MININGITIS
Meningitis adalah radang pada membran pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan disebut meningen. Radang dapat disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri, atau juga mikroorganisme lain, dan walaupun jarang dapat disebabkan oleh obat tertentu. Meningitis dapat menyebabkan kematian karena radang yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang; sehingga kondisi ini diklasifikasikan sebagai kedaruratan medis.
Gejala umum dari meningitis adalah sakit kepala dan leher kaku disertai oleh demam, kebingungan atau perubahan kesadaran, muntah, dan kepekaan terhadap cahaya (fotofobia) atau suara keras (fonofobia). Anak-anak biasanya hanya menunjukkan gejala nonspesifik, seperti lekas marah dan mengantuk. Adanya ruam merah dapat memberikan petunjuk penyebab dari meningitis; contohnya, meningitis yang disebabkan oleh bakteri meningokokus dapat ditunjukkan oleh adanya ruam merah.
Tindakan punksi lumbal dilakukan untuk mendiagnosa ada tidaknya meningitis. Jarum dimasukkan ke dalam kanalis spinalis untuk mengambil sampel likuor serebrospinalis (LCS), yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang. LCS diperiksa di laboratorium medis. Penanganan pertama pada meningitis akut terdiri dari pemberian secara tepat berbagai antibiotik dan kadang-kadang obat antivirus. Kortikosteroid juga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya komplikasi karena radang yang berlebihan. Meningitis dapat mengakibatkan konsekuensi jangka panjang seperti ketulian, epilepsi, hidrosefalus dan defisit kognitif, terutama bila tidak dirawat dengan cepat. Beberapa jenis meningitis (misalnya yang berhubungan dengan meningokokus, Haemophilus influenzae type B,pneumokokus atau infeksi virus mumps) dapat dicegah oleh imunisasi.
Gejala klinis
Pada
orang dewasa, gejala meningitis yang paling sering adalah sakit kepala hebat, yang terjadi pada hampir 90% kasus
meningitis bakterial, diikuti oleh kaku kuduk (ketidakmampuan untuk
menggerakkan leher ke depan karena terjadi peningkatan tonus otot
leher dan kekakuan). Triad klasik dari tanda-tanda meningitis adalah kaku
kuduk, demam tinggi
tiba-tiba, dan perubahan status mental; namun, ketiga ciri-ciri ini hanya
muncul pada 44–46% kasus meningitis bakteri. Jika tidak terdapat satu pun dari
ketiga gejala tersebut, dapat dikatakan bukan meningitis.
Ciri lain yang dihubungkan dengan meningitis termasuk fotofobia
(intoleransi terhadap cahaya terang) dan fonofobia(intoleransi
terhadap suara keras). Pada anak kecil, gejala yang telah disebutkan di atas
seringkali tidak tampak, dan dapat hanya berupa rewel
dan kelihatan tidak sehat. Ubun-ubun (bagian lembut di bagian atas
kepala bayi) dapat menonjol pada bayi berusia hingga 6 bulan. Ciri lain
yang membedakan meningitis dari penyakit lain yang tidak berbahaya pada anak
adalah nyeri kaki, kaki-tangan yang dingin, dan warna kulit
abnormal.
Kaku
kuduk terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada dewasa.Tanda lain dari meningismus
adalah "Kernig's sign" atau "Brudziński sign" yang positif. Untuk pemeriksaan
"Kernig's sign" pasien dibaringkan telentang,
dengan panggul dan lutut difleksikan membuat sudut 90 derajat. Pada pasien
dengan "Kernig’s sign” yang positif, rasa nyeri akan membatasi ekstensi
lutut secara pasif. Tanda "Brudzinski" positif apabila fleksi pada
leher menyebabkan fleksi pada lutut dan panggul secara involunter. Meskipun
"Kernig's sign" dan "Brudzinski’s sign" sering digunakan
untuk menegakkan diagnosis meningitis, sensitivitas kedua pemeriksaan ini terbatas. Walaupun
demikian, kedua pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas yang baik untuk meningitis: tanda ini jarang ada
pada penyakit lain. Pemeriksaan lain, yang dikenal sebagai "jolt
accentuation maneuver" membantu menentukan apakah terdapat meningitis pada
pasien yang mengeluh demam dan sakit kepala. Orang tersebut diminta untuk
memutar kepalanya ke arah horizontal dengan cepat; jika sakit kepala tidak
bertambah buruk, artinya bukan meningitis.
Meningitis
yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis
(dikenal sebagai "meningitis meningokokus") dapat dibedakan dengan
jenis meningitis lain apabila ruam ruam petechial
menyebar dengan cepat, yang dapat timbul sebelum timbul gejala lain. Ruam ini
berupa bintik kecil dan banyak, tidak beraturan berwarna merah atau ungu
("petechiae") di badan , anggota badan
bagian bawah, membran mukosa, konjungtiva, dan (kadang-kadang)
telapak tangan dan telapak kaki. Ruam biasanya tidak memucat; warna merahnya
tidak memudar saat ditekan dengan jari atau batang gelas. Walaupun ruam tidak
selalu timbul pada meningitis meningokokus, ruam ini cukup spesifik untuk
meningitis meningokokus; namun ruam kadang-kadang juga dapat timbul pada
meningitis yang disebabkan oleh bakteri lain. Ciri lain yang dapat membantu
menentukan penyebab meningitis adalah tanda pada kulit yang disebabkan oleh penyakit tangan, kaki dan mulut
dan herpes genitalis,
yang keduanya berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis virus.
Komplikasi dini
Charlotte Cleverley-Bisman menderita meningitis meningokokus
yang parah ketika masih anak-anak, pada kasusnya, ruam petechial memburuk
menjadi gangren sehingga semua anggota badannya harus diamputasi.
Dia berhasil sembuh dan gambarnya dipasang pada kampanye vaksinasi meningitis
di Selandia Baru.
Masalah
lain dapat muncul pada tahap awal perjalanan penyakit. Hal ini memerlukan tata
laksana khusus, dan kadang-kadang merupakan petunjuk penyakit yang berat atau
prognosis yang lebih jelek. Infeksi dapat memicu sepsis,
suatu sindrom respons radang sistemik dimana terjadi penurunan tekanan darah, denyut jantung
cepat, suhu tubuh abnormal yang tinggi atau rendah, dan peningkatan laju napas.
Tekanan darah yang sangat rendah dapat muncul pada tahap awal, khususnya namun
tidak eksklusif pada meningitis meningokokus; yang akan mengakibatkan kurangnya
suplai darah bagi organ lain. Koagulasi intravaskular diseminata, yang merupakan aktivasi
berlebihan dari pembekuan darah, dapat mengobstruksi aliran darah
ke organ dan secara paradoks meningkatkan risiko pendarahan. Gangren pada anggota badan terjadi pada pasien penyakit
meningokokus.:Infeksi meningokokus dan pneumokokus dapat menyebabkan perdarahan
kelenjar adrenal, sehingga menyebabkan sindrom Waterhouse-Friderichsen, yang seringkali mematikan.
Dengan
jaringan otak
membengkak, tekanan di dalam
tengkorak akan meningkat dan otak yang membengkak dapat mengalami herniasi
melalui dasar tengkorak. Hal ini terlihat dari menurunnya kesadaran, hilangnya refleks pupil terhadap cahaya, dan postur tubuh
abnormal. Terjadinya ini pada jaringan otak juga dapat menyumbat
aliran normal LCS di otak (hidrosefalus). Kejang dapat terjadi
karena berbagai penyebab; pada anak, kejang biasanya terjadi pada tahap awal
meningitis (30% kasus) dan tidak selalu menunjukkan adanya penyakit yang
mendasari. Kejang disebabkan oleh peningkatan tekanan dan luasan daerah radang
di otak. Kejang parsial
(kejang yang melibatkan salah satu anggota badan atau sebagian tubuh), kejang
terus menerus, kejang pada orang dewasa dan yang sulit terkontrol dengan
pemberian obat menunjukkan luaran jangka panjang yang lebih buruk.
Radang
meningen dapat menyebabkan abnormallitas pada saraf kranial, kelompok saraf yang berasal dari batang otak yang mensuplai kepala dan leher dan mengontrol,
dari berbagai fungsi diantaranya, gerakan mata, otot wajah, dan fungsi
pendengaran. Gangguan penglihatan dan tuli
dapat menetap setelah episode meningitis. Radang pada otak (ensefalitis) atau pembuluh darahnya (vaskulitis
serebral), dan juga pembentukan bekuan darah pada vena (penyumbatan vena serebral), dapat menyebabkan kelemahan, hilangnya
sensasi, atau gerakan dan fungsi berbagai bagian tubuh yang abnormal, yang
disuplai oleh bagian otak yang terkena.
Penyebab
Meningitis
seringkali disebabkan oleh infeksi oleh mikroorganisme. Sebagian besar infeksi disebabkan oleh virus,
dengan bakteri, fungi, dan protozoa sebagai penyebab paling sering berikutnya. Penyakit
ini bisa juga disebabkan oleh berbagai penyebab non-infeksiIstilah meningitis
aseptik merujuk pada kasus meningitis yang tidak dapat
dibuktikan adanya keterlibatan infeksi bakteri. Jenis meningitis ini biasanya
disebabkan oleh virus, tetapi keadaan ini dapat juga terjadi apabila infeksi
bakteri telah diobati secara parsial sebelumnya, ketika bakteri lenyap dari
meninges, atau patogen menginfeksi daerah yang dekat dengan meningen (misalnya sinusitis). Endokarditis
(infeksi katup jantung
yang menyebarkan gugus-gugus kecil bakteri melalui aliran darah) dapat
menyebabkan meningitis aseptik. Meningitis aseptik juga dapat timbul dari
infeksi spirochete,
jenis bakteri yang yang diantaranya Treponema pallidum
(penyebab sifilis) dan Borrelia
burgdorferi (dikenal sebagai penyebab penyakit Lyme). Meningitis dapat dijumpai pada malaria serebral
(malaria yang menginfeksi otak) atau meningitis
amubik, meningitis yang disebabkan oleh infeksi amuba sepertiNaegleria fowleri, yang didapatkan dari sumber air
tawar.
Bakterial
Jenis
bakteri penyebab meningitis bakterial bervariasi sesuai
kelompok usia individu yang terinfeksi.
- Pada bayi prematur dan anak baru lahir berusia hingga tiga bulan, penyebab yang sering adalah streptokokus grup B (subtipe III yang biasanya hidup di vagina dan terutama merupakan penyebab pada minggu pertama kehidupan) dan bakteri yang biasanya hidup dalam saluran pencernaan seperti Escherichia coli (membawa antigen K1). Listeria monocytogenes (serotipe IVb) dapat mengenai bayi baru lahir dan menimbulkan epidemi.
- Pada anak yang lebih besar seringkali disebabkan oleh Neisseria meningitidis (meningokokus) dan Streptococcus pneumoniae (serotipe 6, 9, 14, 18, dan 23) dan untuk balita oleh Haemophilus influenzae type B (di negara-negara yang tidak memberikan vaksinasi).
- Pada orang dewasa, Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab 80% kasus meningitis bakterial. Risiko terinfeksi oleh Listeria monocytogenes meningkat pada orang yang berusia di atas 50 tahun. Pemberian vaksin pneumokokus telah menurunkan angka meningitis pneumokokus pada anak dan dewasa.
Trauma
pada tengkorak yang belum lama terjadi dapat menyebabkan masuknya bakteri dari
rongga hidung ke meningen. Demikian pula halnya dengan alat yang dipasang di
dalam otak dan meningen, seperti shunt serebral,
drain ekstraventrikular atau reservoir Ommaya,
dapat meningkatkan risiko meningitis. Pada kasus ini, pasien lebih cenderung
terinfeksi oleh Stafilokokus,
Pseudomonas, dan bakteri Gram negatif lainnya. Patogen-patogen ini juga dikaitkan
dengan meningitis pada pasien dengan gangguan pada sistem kekebalan. Infeksi pada daerah kepala dan
leher, seperti otitis media atau mastoiditis,
dapat menyebabkan meningitis pada sebagian kecil orang. Penerima implan koklea
untuk kehilangan pendengaran berisiko lebih tinggi untuk menderita meningitis
pneumokokus.
Meningitis tuberkulosis, yaitu meningitis yang disebabkan oleh
Mikobakterium tuberkulosis, lebih sering dijumpai pada
orang yang berasal dari negara dengan tuberkulosis yang masih endemik, tetapi juga dijumpai pada
orang yang mempunyai gangguan kekebalan tubuh, seperti AIDS.
Meningitis
bakterial rekuren dapat disebabkan oleh defek anatomi yang menetap, baik
bersifat kongenital
atau didapat, atau akibat kelainan sistem kekebalan. Defek anatomi memungkinkan adanya hubungan
antara lingkungan eksternal dengan sistem saraf. Penyebab meningitis rekuren yang paling sering
adalah fraktur
tengkorak, khususnya fraktur yang mengenai dasar tengkorak atau
meluas ke arah sinus dan piramida petrosa.
Sekitar 59% kasus meningitis rekuren disebabkan abnormalitas anatomi yang
demikian, 36% akibat defisiensi kekebalan (seperti defisiensi
komplemen, yang secara khusus cenderung menyebabkan berulangnya
meningitis meningokokus), dan 5% disebabkan oleh infeksi berkelanjutan di
daerah yang berdekatan dengan meningen.
Virus
Berbagai
virus penyebab meningitis mencakup enterovirus,
virus Herpes
simpleks tipe 2 (dan yang lebih jarang tipe 1), virus
Varicella zoster (dikenal sebagai penyebab cacar air dan cacar ular), paromiksovirus, HIV,
dan LCMV.
Jamur
Beberapa
faktor risiko untuk meningitis jamur,
antara lain penggunaan obat
imunosupresan (misalnya setelah transplantasi organ), HIV/AIDS, dan hilangnya kekebalan yang berhubungan dengan
penuaan. Hal ini jarang dijumpai pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
normal tetapi telah muncul karena kontaminasi obat. Gejala awal biasanya lebih gradual, dengan
adanya sakit kepala dan demam selama setidaknya dua minggu sebelum diagnosis
ditegakkan. Meningitis jamur yang paling sering adalah meningitis cryptococcal akibat Cryptococcus neoformans.
Di Afrika, meningitis cryptococcal diperkirakan merupakan penyebab meningitis
yang paling sering dijumpai dan ini mencakup 20–25% kematian yang berhubungan
dengan AIDS di Afrika. Jenis jamur lain yang sering dijumpai adalah spesies Histoplasma
capsulatum, Coccidioides
immitis, Blastomyces dermatitidis, dan Candida.
Parasit
Parasit
sebagai penyebab akan dipikirkan apabila terdapat dominasi eosinofil
(suatu jenis sel darah putih) dalam likuor serebrospinalis (LCS). Parasit yang
paling sering dijumpai adalah Angiostrongylus cantonensis, Gnathostoma
spinigerum, Schistosoma,
demikian pula kondisi cysticercosis,
toxocariasis,
baylisascariasis, paragonimiasis,
dan sejumlah kondisi infeksi dan kondisi tanpa infeksi yang lebih jarang.
Non-Infeksi
Meningitis
dapat timbul akibat beberapa penyebab non-infeksi: penyebaran kanker
pada meningen (meningitis
neoplastik atau ganas), dan obat-obatan tertentu (utamanya obat antiradang non-steroid, antibiotik dan imunoglobulin intravena). Meningitis juga dapat disebabkan
oleh beberapa radang, seperti sarkoidosis
(yang kemudian disebut neurosarkoidosis),
kelainan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik,
dan bentuk tertentu seperti vaskulitis
(kondisi radang pada dinding pembuluh darah), seperti penyakit Behçet. Kista epidermoid
dan kista dermoid
dapat menyebabkan meningitis dengan melepaskan iritan ke dalam daerah subarachnoid.
Meningitis
Mollaret merupakan sindrom episode berulangnya meningitis aseptik;
yang diduga disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 2.
Walaupun jarang terjadi, migrain dapat menyebabkan meningitis,
tetapi diagnosis ini biasanya hanya ditegakkan apabila penyebab lainnya telah
disingkirkan.
Mekanisme
Meningen
terdiri atas tiga membran yang bersama-sama dengan likuor
serebrospinalis, membungkus dan melindungi otak
dan sumsum tulang belakang (sistem saraf pusat). Pia mater merupakan
membran kedap air yang sangat halus yang melekat kuat dengan permukaan otak,
mengikuti seluruh lika-liku kecilnya. Arachnoid mater
(disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai sarang laba-laba) merupakan
suatu kantong longgar di atas pia mater. Ruang
subarachnoid memisahkan membran pia mater dan arachnoid dan terisi
dengan cairan likuor serebrospinalis. Membran terluar, dura mater,
merupakan membran tebal yang kuat, yang melekat ke membran arachnoid dan ke
tengkorak.
Pada
meningitis bakterial, bakteri mencapai meningen melalui satu dari dua cara
utama: melalui aliran darah atau melalui kontak langsung antara meningen dengan
rongga hidung atau kulit. Pada sebagian besar kasus, meningitis terjadi setelah
invasi aliran darah oleh organisme yang tinggal pada permukaan mukosa seperti rongga hidung.
Hal ini biasanya didahului oleh infeksi virus, yang merusak barier normal dari
permukaan mukosa. Sekali bakteri telah memasuki aliran darah, mereka akan masuk
ke ruang
subarachnoid dimana barier
darah–otak bersifat paling rentan—seperti pada pleksus
koroidalis. Meningitis muncul pada 25% bayi baru lahir dengan
infeksi aliran darah akibat streptokokus grup B; fenomena ini lebih jarang
dijumpai pada orang dewasa. Kontaminasi langsung cairan likuor serebrospinalis
dapat timbul dari peralatan yang ditanam, fraktur tengkorak, atau infeksi
nasofaring atau sinus nasal yang telah membentuk saluran dengan ruang
subarachnoid (lihat di atas); adakalanya, cacat kongenital dura mater
dapat terindentifikasi.
Peradangan skala besar yang terjadi pada ruang subarachnoid
pada saat terjadinya meningitis seringkali tidak secara langsung disebabkan
oleh infeksi bakteri tetapi lebih terutama disebabkan oleh respon sistem kekebalan terhadap masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat. Jika
komponen membran sel dari bakteri dikenali oleh sel kekebalan otak (astrosit dan mikroglia), mereka akan berespon dengan
melepaskan sejumlah besar sitokin, mediator
serupa hormon yang merekrut sel kekebalan lain dan merangsang jaringan lain
untuk berpartisipasi dalam respon kekebalan. Barier darah–otak menjadi lebih
permeabel, sehingga terjadi edema serebri
"vasogenik" (pembengkakan otak akibat kebocoran cairan
dari pembuluh darah). Sejumlah besar sel darah putih memasuki likuor serebrospinalis (LCS),
menyebabkan radang pada meningen sehingga timbul edema
"interstisial" (pembengkakan akibat cairan antarsel).
Selain itu, dinding pembuluh darah sendiri mengalami peradangan (vaskulitis
serebral), yang menyebabkan menurunnya aliran darah dan jenis edema yang
ketiga, edema
"sitotoksik". Ketiga bentuk edema serebral ini menyebabkan
meningkatnya tekanan
intrakranial; bersama tekanan darah yang menjadi lebih rendah yang
biasa dijumpai pada infeksi akut,
ini berarti bahwa darah akan semakin sulit untuk memasuki otak, sebagai
konsekuensinya sel-sel otak
akan kekurangan oksigen dan mengalami apoptosis (kematian sel otomatis). Telah diketahui bahwa pemberian
antibiotik pada awalnya bisa memperburuk proses yang sudah diuraikan di atas,
dengan meningkatkan jumlah produk membran sel bakteri yang disebabkan oleh
proses penghancuran bakteri. Tata laksana khusus, seperti penggunaan kortikosteroid,
ditujukan untuk mengurangi respon sistem kekebalan tubuh terhadap fenomena ini.
Pencegahan
Untuk
beberapa kasus meningitis, perlindungan jangka panjang dapat dilakukan dengan
pemberian vaksinasi, atau jangka pendek dengan penggunaan antibiotik. Beberapa perubahan perilaku dapat juga efektif.
Perilaku
Meningitis
bakteri dan virus bersifat menular; namun, keduanya tidak semenular selesma atau flu. Keduanya
bisa ditularkan melalui droplet dari sekret pernapasan selama kontak dekat
seperti ciuman, bersin atau batuk, tapi tidak bisa disebarkan hanya dengan
menghirup udara di mana seorang penderita meningitis berada. Meningitis virus
biasanya disebabkan oleh enterovirus,
dan paling sering disebarkan melalui kontaminasi tinja. Risiko infeksi bisa
diturunkan dengan mengubah perilaku yang menyebabkan penularan.
Vaksinasi
Sejak
tahun 1980an, banyak negara sudah memasukkan imunisasi
terhadap Haemophilus influenzae
B dalam program vaksinasi rutin anak. Hal ini secara praktis telah
menghilangkan patogen jenis ini sebagai penyebab meningitis pada anak di
negara-negara tersebut. Di negara dengan angka penyakit yang tertinggi, harga
vaksin tersebut masih terlalu mahal. Demikian juga, imunisasi terhadap penyakit
mumps telah menyebabkan penurunan bermakna jumlah kasus meningitis mumps, yang
sebelum vaksinasi terjadi pada 15% dari semua kasus mumps.
Vaksin
meningokokus tersedia untuk grup A, C, W135 dan Y. Di negara-negara
di mana vaksin untuk meningitis C diperkenalkan, kasus-kasus yang disebabkan
oleh patogen ini sudah jauh menurun. Saat ini tersedia vaksin kuadrivalen, yang
menggabungkan keempat jenis vaksin itu. Imunisasi dengan vaksin ACW135Y
terhadap keempat jenis meningitis sekarang dijadikan persyaratan visa agar bisa
ikut serta menunaikan
ibadah haji. Pengembangan vaksin untuk meningitis grup B terbukti
jauh lebih sulit, karena protein permukaannya (yang biasanya digunakan untuk
membuat vaksin) hanya menimbulkan respon dari
sistem kekebalan tubuh yang lemah, atau bereaksi silang dengan
protein manusia normal. Namun, beberapa negara yaitu (Selandia Baru, Kuba, Norwegia dan Chili) telah mengembangkan vaksin untuk
meningitis grup B jenis lokal; beberapa sudah memberikan hasil yang bagus dan
digunakan dalam program imunisasi lokal. Baru-baru ini di Afrika, pencegahan
dan pengontrolan epidemik dari meningitis dilakukan dengan deteksi awal
penyakit dan vaksinasi masal reaktif darurat pada penduduk yang berisiko dengan
vaksin polisakarida bivalen A/C atau trivalent A/C/W135, meskipun vaksin MenAfriVac
(vaksin meningitis grup A) telah menunjukkan efektivitas pada orang muda dan
sudah dideskripsikan sebagai model untuk kemitraan pengembangan produk pada
keadaan sumber daya yang terbatas.
Vaksinasi
rutin terhadap Streptococcus
pneumoniae dengan vaksin pneumokokus konjugat (PCV), yang aktif melawan tujuh
serotipe umum dari patogen ini, telah jauh menurunkan kejadian meningitis
pneumokokus. Vaksin pneumokokus polisakarida, yang mencakup 23 jenis, hanya
diberikan pada kelompok tertentu (misalnya: mereka yang mengalami splenektomi,
pengangkatan limpa lewat operasi); vaksin ini tidak memberikan respon kekebalan
tubuh yang berarti pada semua penerima, misalnya anak kecil. Vaksinasi
anak-anak dengan Bacillus Calmette-Guérin
sudah dilaporkan jauh menurunkan angka meningitis tuberkulosis, tapi
efektivitasnya yang menurun pada orang dewasa telah mendorong pencarian vaksin
yang lebih baik.
Antibiotik
Profilaksis
antibiotik jangka pendek adalah sebuah metode pencegahan lain, terutama untuk
meningitis meningokokus. Pada kasus meningitis meningokokus, pengobatan
profilaksis pada orang yang berkontak erat dengan antibiotik (misalnya rifampisin,
siprofloksasin
atau seftriakson)
bisa menurunkan risiko mereka untuk menderita penyakit tersebut, tapi tidak melindungi
terhadap infeksi di kemudian hari. Resistensi terhadap rifampisin mulai meningkat
sejak digunakan, sehingga dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan
antibiotik lain. Walaupun antibiotik sering digunakan dalam upaya untuk mecegah
meningitis pada mereka yang mengalami fraktur tulang tengkorak basilar tidak ada cukup bukti untuk
menentukan apakah hal ini bermanfaat atau membahayakan. Hal ini berlaku baik
bagi mereka yang mengalami kebocoran LCS maupun yang tidak.
sumber wikipedia
sumber wikipedia
0 komentar:
Posting Komentar